Marthafon, Legenda Mirip Romeo dan Juliet di Ambon


DI Ambon, ada sebuah tanjung yang terletak di Poka, Negeri Rumah Tiga, bernama Tanjung Marthafon. Tanjung ini letaknya dekat Pelabuhan Feri Poka – Galala. Mengapa tanjung itu dinamakan Marthafon? Tak diketahui pasti sejarahnya.

Tapi, di kalangan masyarakat Ambon, nama Tanjung Marthafon ini ada ceritanya. Berikut legenda Marthafon dan sudah ditulis dalam website resmi Pemerintah Kota Ambon;

Alkisah, dulu, sekitar tahun 1.500-an di Poka, Negeri Rumah Tiga, tinggal satu keluarga sangat sederhana namun hidup bahagia. Saat itu Portugis menguasai Maluku dari tahun 1569 – 1571.

Kepala keluarga bernama Bapak Bram. Beliau bekerja sebagai petani dan biasanya mendayung perahu perhau membawa penumpang Poka-Rumahtiga ke Galala, pulang pergi.

Istri Bram, Ibu Mina, wanita cantik dan rajin bekerja membantu Bapak Bram menambah penghasilan keluarga dengan cara bakar sagu untuk dijual.

Mereka mempunyai seorang anak perempuan yang sangat cantik, saat itu berusia 16 tahun. Anak itu bernama Martha, berkulit hitam manis, rambut ikal panjang terurai hingga betis.

Setiap sore sehabis Ibu Mina membakar sagu, biasanya Martha berjalan menjual sagu orang-orang di sekitar Poka. Dia selalu memakai baju cele merah muda (baju adat wanita Ambon), dengan rambut yang dikonde, dan sagu ditaruh di atas baki yang “dikeku” (diletakkan) di kepala.

Martha biasanya berjalan keluar masuk lorong sambil berteriak… Sagu, tante beli sagu…

Biasanya, dia menjual sagu sambil lewat asrama tentara Portugis. Tempatnya tidak jauh dari pelabuhan ferry sekarang ini.

Suatu sore, saat sedang jualan sagu di depan asrama Portugis, Martha dibuat terkejut dengan kehadiran seorang pria tampan di depannya, seorang tentara Portugis. Tentara itu, melihat Martha dan tertarik dengan kecantikannya.

Setelah pertemuan tersebut, hidup berjalan seperti biasa. Martha tetap berjualan sagu dan sampai di asrama tentara Portugis.

Singkat cerita, suatu sore, Martha mendengar ada yang teriak sagu… sagu… sini. Martha kemudian menghampiri tentara yang berteriak tersebut. Rupanya, itu sang pria yang ditemui sebelumnya. Dan ternyata, dia mengulurkan tangan ke arah Martha ingin berkenalan. “Saya Alfonzo. Nona siapa?”. Martha pun menjawab, “Saya Martha.”

Sang pria pun memuji, “Wah. Kamu cantik sekali Martha”. Jantung Martha berdebar-debar. Karena tidak tahan, Martha bertanya, “Tuan panggil saya mau beli sagu kan? Tapi kenapa Tuan tidak membelinya? Saya ingin pergi.” Akhirnya sang pria menjawab, ” Ya Nona Martha, sagunya saya beli semua”.

Setelah sagunya dibayar, Martha langsung mengucapkan terima kasih dan pamit pulang. Tentara itu menjawab, “ya Nona Martha besok datang lagi ya”.

Martha pun berlalu setengah berlari meninggalkan asrama tersebut pulang ke rumah. Ibunya sangat senang, karena baki jualan Martha kosong, alias jualan sagu laku terjual habis.

Tetapi, ibu Martha melihat wajah Martha sedikit pucat. Dia lalu mengelus bahu Martha dan bertanya, “Ada apa dengan kamu Martha?” Marta kemudian menceritakan kisah yang dia alami. Tapi sang ibu menanggapi santai, “oh itu cuma kenalan saja”.

Beberapa hari kemudian, Martha pun jualan sagu lagi. Seperti biasa dia lewat di depan asrama tentara Portugis. Tiba-tiba dia melihat Alfonzo sudah berada di depannya. Dia mau lari, tetapi Alfonzo sudah memegang baki jualannya dan mengajak masuk ke asrama seraya berjanji akan membeli seluruh jualannya. Rupanya, Alfonzo adalah Komandan dari tentara Portugis yang bertugas di Ambon.

Di dalam asrama, Alfonzo mengutarakan niatnya ingin bersahabat dengan Martha. Wanita cantik ini pun mengiyakan.

Singkat cerita, Martha terus berjualan hingga usianya menginjak 17 tahun. Hubungan persahabatannya dengan Alfonzo semakin dekat layaknya kekasih.

Bapak Bram dan Ibu Mina, tahu tentang hubungan itu. Tetapi tidak menyetujuinya. Makanya, ketika suatu hari Alfonzo datang ke rumah dan meminta izin menikahi Martha, ditolak dengan halus seraya meminta bersabar sampai Martha berusia 19 tahun.

Hidup terus berlanjut, Martha tetap dengan aktivitas berjualan sagu, dan Alfonzo tetap menjalankan tugas sebagai tentara Portugis.

Singkat cerita, tibalah saat pasukan Portugis ditarik dari Maluku menuju Batavia pada tahun 1571. Saat itu, kapal Portugis sudah siap di rumahtiga mengevakuasi pasukan, termasuk Alfonzo.

Saat pasukan sudah naik ke kapal, Alfonzo masih memilih berada di pelabuhan Rumahtiga sambil memeluk kekasihnya, Martha. Dia kemudian berjalan dan naik ke kapal sebagai orang terakhir sambil berjanji akan kembali ke Ambon untuk menikahi Martha.

Saat kapal mulai melepas tali, Martha melambaikan lenso putih sebagai tanda perpisahan. Tetapi, rupanya rasa cinta kepada Alfonzo sudah mendalam. Akhirnya Martha pun terjun ke laut untuk mengejar kapal yang ditumpangi Alfonzo.

Melihat kekasihnya menceburkan diri ke laut, Alfonzo yang sudah berada di atas dek kapal pun terjun ke laut berenang menuju Martha.

Sejak itu, tubuh keduanya lenyap di dalam laut. Orang tua Martha berhari-hari mencari dan menunggu kemungkinan kemunculan Martha. Namun, tidak pernah terjadi.

Akhirnya, lokasi laut tempat hilangnya kedua sejoli itu dinamakan Tanjung Marthafon hingga saat ini, sebagai gabungan dari nama keduanya yakni Martha dan Alfonzo. (*)

2 thoughts on “Marthafon, Legenda Mirip Romeo dan Juliet di Ambon

Leave a comment